KALOR
Pengertian Kalor
Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit.
Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor
- massa zat
- jenis zat (kalor jenis)
- perubahan suhu
Sehingga secara matematis dapat dirumuskan :
Q = m.c.(t2 – t1)
Dimana :
Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)
m adalah massa benda (kg)
c adalah kalor jenis (J/kgC)
(t2-t1) adalah perubahan suhu (C)
Kalor dapat dibagi menjadi 2 jenis
- Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu
- Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten), persamaan yang digunakan dalam kalor laten ada dua macam Q = m.U dan Q = m.L. Dengan U adalah kalor uap (J/kg) dan L adalah kalor lebur (J/kg)
Dalam pembahasan kalor ada dua kosep yang hampir sama tetapi berbeda yaitu kapasitas kalor (H) dan kalor jenis (c)
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebesar 1 derajat celcius.
H = Q/(t2-t1)
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 derajat celcius. Alat yang digunakan untuk menentukan besar kalor jenis adalah kalorimeter.
c = Q/m.(t2-t1)
Bila kedua persamaan tersebut dihubungkan maka terbentuk persamaan baru
H = m.c
Analisis grafik perubahan wujud pada es yang dipanaskan sampai menjadi uap. Dalam grafik ini dapat dilihat semua persamaan kalor digunakan.
Keterangan :
Pada Q1 es mendapat kalor dan digunakan menaikkan suhu es, setelah suhu sampai pada 0 C kalor yang diterima digunakan untuk melebur (Q2), setelah semua menjadi air barulah terjadi kenaikan suhu air (Q3), setelah suhunya mencapai suhu 100 C maka kalor yang diterima digunakan untuk berubah wujud menjadi uap (Q4), kemudian setelah berubah menjadi uap semua maka akan kembali terjadi kenaikan suhu kembali (Q5)
Hubungan antara kalor dengan energi listrik
Kalor merupakan bentuk energi maka dapat berubah dari satu bentuk kebentuk yang lain. Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi maka energi listrik dapat berubah menjadi energi kalor dan juga sebaliknya energi kalor dapat berubah menjadi energi listrik. Dalam pembahasan ini hanya akan diulas tentang hubungan energi listrik dengan energi kalor. Alat yang digunakan mengubah energi listrik menjadi energi kalor adalah ketel listrik, pemanas listrik, dll.
Besarnya energi listrik yang diubah atau diserap sama dengan besar kalor yang dihasilkan. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan.
W = Q
Untuk menghitung energi listrik digunakan persamaan sebagai berikut :
W = P.t
Keterangan :
W adalah energi listrik (J)
P adalah daya listrik (W)
t adalah waktu yang diperlukan (s)
Bila rumus kalor yang digunakan adalah Q = m.c.(t2 – t1) maka diperoleh persamaan ;
P.t = m.c.(t2 – t1)
Asas Black
Menurut asas Black apabila ada dua benda yang suhunya berbeda kemudian disatukan atau dicampur maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan termal (suhu kedua benda sama). Secara matematis dapat dirumuskan :
Q lepas = Q terima
Yang melepas kalor adalah benda yang suhunya tinggi dan yang menerima kalor adalah benda yang bersuhu rendah. Bila persamaan tersebut dijabarkan maka akan diperoleh :
Q lepas = Q terima
m1.c1.(t1 – ta) = m2.c2.(ta-t2)
Catatan yang harus selalu diingat jika menggunakan asasa Black adalah pada benda yang bersuhu tinggi digunakan (t1 – ta) dan untuk benda yang bersuhu rendah digunakan (ta-t2). Dan rumus kalor yang digunakan tidak selalu yang ada diatas bergantung pada soal yang dikerjakan.
FLUIDA
Pendahuluan
Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi yang memiliki
keadaan khusus. Bila sebelumnya kita pernah membahas materi atau
benda tegar, di mana jarak relatif antara bagian-bagian atau partikelpartikel
penyusun materi tetap, maka sekarang kita meninjau kasus kebalikannya,
yaitu kasus di mana jarak relatif antara bagian-bagian materi
atau partikel-partikel penyusun materi dapat berubah-ubah. Materi yang
berada dalam keadaan ini disebut sebagai fluida, dapat berupa cairan
maupun gas, dan dinamai fluida karena memiliki sifat dapat mengalir.
Karena partikel-partikel dalam fluida dapat mudah bergerak, maka secara
umum rapat massanya tidak konstan. Walaupun begitu dalam
buku ini, dalam kebanyakan kasus kita hanya akan meninjau keadaan
dengan kerapatan konstan. Kita akan mempelajari fenomena-fenomena
fisis dari fluida, khususnya terkait dengan sifatnya yang dapat mengalir.
Tekanan
Sebuah gaya yang bekerja pada sebuah permukaan fluida akan selalu tegak lurus pada permukaan tersebut. Karena fluida yang diam tidak dapat menahan komponen gaya yang sejajar dengan permukaannya. Komponen gaya yang sejajar dengan permukaan fluida akan menyebabkan fluida tadi bergerak mengalir. Karena itu kita dapat mendefinisikan suatu besaran yang terkait dengan gaya normal permukaan dan elemen luasan permukaan suatu fluida.
Kita tinjau suatu fluida, dan kita ambil suatu bagian volume dari fluida itu dengan bentuk sembarang, dan kita beri nama S. Secara umum akan terdapat gaya dari luar S pada permukaannya oleh materi di luar S. Sesuai prinsip hukum Newton ketiga, mestinya akan ada gaya dari S yang, sesuai pembahasan di atas, mengarah tegak lurus pada permukaan S. Gaya tadi diasumsikan sebanding dengan elemen luas permukaan d~S , dan konstanta kesebandingannya didefinisikan sebagai tekanan
~F = pd~S (1)
Jadi arah ~F adalah tegak lurus permukaan, searah dengan arah d~S , dan tekanan p adalah besaran skalar. Satuan SI dari tekanan adalah pascal
(Pa), dan 1 Pa = 1 N/m2.
Tekanan Hidrostatik
Dalam suatu fluida yang diam, setiap bagian dari fluida itu berada dalam keadaan kesetimbangan mekanis. Kita tinjau sebuah elemen berbentuk cakram pada suatu fluida yang berjarak y dari dasar fluida, dengan ketebalan cakram dy dan luasnya A (lihat gambar).
Total gaya pada elemen cakram tadi harus sama dengan nol. Untuk
arah horizontal gaya yang bekerja hanyalah gaya tekanan dari luar elemen cakram, yang karena simetri haruslah sama. Untuk arah vertikal, selain gaya tekanan yang bekerja pada permukaan bagian atas dan bagian bawah, juga terdapat gaya berat, sehingga
pA − (p + dp)A − dw = 0 (2)
dengan dw = _gAdy adalah elemen gaya berat. Kita dapatkan
dp
dy
= −_g (3)
Persamaan ini memberikan informasi bagaimana tekanan dalam fluida
berubah dengan ketinggian sebagai akibat adanya gravitasi.
Tinjau kasus khusus bila fluidanya adalah cairan. Untuk cairan, pada rentang suhu dan tekanan yang cukup besar, massa jenis cairan _ dapat
dianggap tetap. Untuk kedalaman cairan yang tidak terlalu besar kita
dapat asumsikan bahwa percepatan gravitasi g konstan. Maka untuk sembarang dua posisi ketinggian y1 dan y2, kita dapat mengintegrasikan
persamaan di atas Z p2
p1
dp = −_g
Z y2
y1
dy (4)
atau
p2 − p1 = −_g(y2 − y1) (5)
Bila kita pilih titik y2 adalah permukaan atas cairan, maka tekanan yang
beraksi di permukaan itu adalah tekanan udara atmosfer, sehingga
p = p0 + _gh (6)
dengan h = (y2 − y1) adalah kedalaman cairan diukur dari permukaan
atas. Untuk kedalaman yang sama tekanannya sama.
Kasus lain adalah bila fluidanya adalah gas, atau lebih khusus lagi bila
fluidanya adalah udara atmosfer bumi. Sebagai titik referensi adalah
permukaan laut (ketinggian nol), dengan tekanan p0 dan massa jenis 0. Kita asumsikan gasnya adalah gas ideal yang mana massa jenisnya sebanding dengan tekanan, sehingga
0=pp0
Dengan memakai pers. (3), maka
Dp/dy= −g_0pp0
atau
dpp= −g_0p0dy (9)
yang bila diintegralkan akan menghasilkan
p = p0e−g(_0/p0)y (10)
Prinsip Pascal
Untuk suatu cairan dalam wadah tertutup, tetap berlaku pers. (5). Karena itu bila terjadi perubahan tekanan ada titik 1 sebesar _p1, maka
_p2 = _p1 − g(y2 − y1)__ (11)
Tetapi untuk cairan perubahan rapat massanya dapat diabaikan __ _ 0,
sehingga _p2 = _p1. Ini berarti tekanan yang diberikan pada titik 1
akan diteruskan tanpa pengurangan ke sembarang titik dalam cairan
tersebut. Inilah yang dikenal sebagai prinsip Pascal. Prinsip ini hanya
konsekuensi dari persamaan tekanan hidrostatika.
Prinsip Archimedes
Kita tinjau sebuah benda yang tercelup kedalam suatu fluida. Fluida tadi akan memberikan faya tekanan kepada setiap bagian permukaan benda. Gaya tekan pada bagian yang lebih dalam tentunya lebih besar (karena tekanannya lebih besar). Karena itu total gaya tekan yang bekerja pada seluruh permukaan benda tadi akan menimbulkan total gaya ke atas. Besar gaya ke atas tadi bisa diperoleh sebagai berikut. Seandainya pada tempat benda tadi digantikan dengan fluida yang sama
dengan lingkungannya, maka tentunya akan berada dalam keadaan kesetimbangan. Sehingga total gaya ke atas tadi tentunya sama dengan
berat fluida yang menggantikan benda tadi. Prinsip ini terkenal sebagai
prinsip Archimedes. Jadi pada sebuah benda yang tercelup ke dalam suatu fluida akan terdapat total gaya ke atas (gaya apung) yang besarnya sama dengan berat fluida yang ditempati benda tadi.
Pengukuran Tekanan
Tekanan udara diukur dengan menggunakan alat yang diberinama barometer. Barometer yang pertama kali dibuat adalah barometer air
raksa, buatan Torriclelli. Dari gambar jelas bahwa tekanan udara akan
sama dengan tekanan titik P pada air raksa. Bagian atas dari kolom air
raksa terdapat uap air raksa yang tekanannya dapat diabaikan. Sehingga
tekanan udara diberikan oleh
p = _mgh (12)
dengan _m adalah rapat massa air raksa.
Figure 1: Barometer dan Manometer
Alat ukur tekanan yang lain adalah manometer air raksa (Lihat gambar).
Tekanan dalam tabung daat dicari dengan menggunakan pers.
(??)
p = p0 + _mgh (13)
Jenis-Jenis Aliran Fluida
Pada bagian ini kita akan meninjau kasus fluida bergerak/mengalir. Normalnya, ketika kita meninjau keadaan gerak dari suatu sistem partikel, kita akan berusaha memberikan informasi mengenai posisi dari setiap partikel sebagai fungsi waktu. Tetapi untuk kasus fluida ada metode yang lebih mudah yang dikembangkan mula-mula oleh Euler. Dalam metode ini kita tidak mengikuti pergerakan masing-masing partikel, tetapi kita memberi informasi mengenai keadaan fluida pada setiap titik ruang dan waktu. Keadaan fluida pada setiap titik ruang dan untuk
seluruh waktu diberikan oleh informasi mengenai massa jenis _(~r, t) dan
kecepatan fluida ~v(~r, t).
Aliran fluida dapat dikategorikan menurut beberapa kondisi
1. Bila vektor kecepatan fluida di semua titik ~v =~(~r) bukan merupakan
fungsi waktu maka alirannya disebut aliran tetap (steady), sebaliknya
bila tidak maka disebut aliran tak tetap (non steady).
2. Bila di dalam fluida tidak ada elemen fluida yang berotasi relatif
terhadap suatu titik maka aliran fluidanya disebut alira irrotasional,
sedangkan sebaliknya disebut aliran rotasional.
3. Bila massa jenis _ adalah konstan, bukan merupakan fungsi ruang dan waktu, maka alirannya disebut aliran tak termampatkan, sebaliknya akan disebut termampatkan.
4. Bila terdapat gaya gesek dalam fluida maka alirannya disebut aliran
kental, sedangkan sebaliknya akan disebut aliran tak kental. Gaya gesek ini merupakan gaya-gaya tangensial terhadap lapisan-lapisan fluida, dan menimbulkan disipasi energi mekanik.
Persamaan Kontinuitas
Tinjau suatu bagian berbentuk sembarang O dari suatu fluida yang mengalir. Misalkan dalam bagian tersebut terdapat suatu sumber (bila
bernilai positif) atau bocoran (bila bernilai negatif), kita lambangkan dengan S yang memberi (kelajuan) jumlah massa yang terbentuk atau
hilang di O per satuan waktu. Seandainya tidak ada perubahan massa menjadi energi (total massa kekal/konstan), maka total massa fluida per satuan waktu yang masuk ke O dikurangi massa yang keluar dari O harus sama dengan S. Total massa yang masuk maupun keluar dapat dicari dengan menghitung fluks aliran yang menembus permukaan O. Sebelumnya kita definisikan dulu rapat arus fluida sebagai perkalian
antara rapat massa dan kecepatan fluida di suatu titik ruang waktu,
~j = _~v (14)
Bila rapat arus fluida dikalikan skalar dengan elemen luas permukaan
d~A maka akan didapatkan
~j · d~A = _~v · d~A (15)
Untuk setiap satuan waktu dt maka
~j · d~A = _~v · d~A = _
d~s
dt · d~A = _
dV/dt=dm/dt
(16)
suku terakhir adalah laju perubahan massa yang memasuki O. Bila
dalam O tidak terdapat sumber maka jumlah massa yang sama harus keluar dari O, tetapi bila ada sumber berarti selisih laju perubahan massa
yang masuk dan keluar sama dengan
S−~j · d~A + S =dm/dt
yang dapat dituliskan sebagai
−~j · d~A + S =dm/dt
Kita tinjau kasus khusus dengan kecepatan fluida tidak bergantung
waktu dan dapat dianggap sama untuk titik-titik permukaan yang tidak
terlalu besar. Kita ambil O berbentuk tabung aliran dengan dua buah
permukaan sisi tutupnya A1 dan A2. Dari pers. (16), dapat diperoleh
bahwa total massa yang masuk pada permukaan A1 dan yang keluar
pada A2 dapat dituliskan sebagai
dm1
dt= _1~v1 · ~A1 (19)
dan
dm2 dt= _2~v2 · ~A2 (20)
Bila tidak ada sumber maka kedua nilai tadi harus sama, jadi
_1~v1 · ~A1 = _2~v2 · ~A2 (21)Persamaan ini juga sering disebut sebagai persamaan kontinuitas, walau sebenarnya hanya merupakan kasus khusus saja.
Persamaan Bernoulli
Persamaan Bernoulli sebenarnya hanya bentuk lain dari persamaan kekekalan energi mekanik yang diterapkan pada fluida. Tentunya fluida
yang ditinjau harus tak kental agar tidak terdapat disipasi energi sebagai
panas. Lihat gambar di bawah ini,
Sesuai dengan teorema usaha-energi kita ketahui bahwa usaha oleh gaya non konservatif sama dengan perubahan energi mekanik.
Wnk = _Em (22)
Dalam kasus di atas, usaha non konservatifnya dilakukan oleh gaya tekanan. Usaha totalnya adalah
Wnk = (p1A1v1 − p2A2v2)_t (23)